Institut Perlindungan Konsumen Brasil (Idec) menganggap keputusan Bank Sentral untuk tidak mengatur operasi kredit yang terkait dengan Pix, yang dikenal luas sebagai "Pix Parcelado", tidak dapat diterima. Pilihan untuk mengabaikan pembuatan aturan dan membiarkan setiap lembaga beroperasi "sesuka hati" menciptakan lingkungan yang kacau balau, yang cenderung memperparah penyalahgunaan, membingungkan konsumen, dan memperdalam utang berlebih di negara tersebut.
Meskipun Bank Sentral memutuskan untuk memveto penggunaan merek "Pix Parcelado", yang memungkinkan lembaga untuk mengadopsi variasi seperti "parcelas no Pix" atau "crédito via Pix", perubahan nomenklatur tidak menghilangkan risiko sentral: konsumen akan terus terpapar pada produk kredit yang sangat heterogen, tanpa standar transparansi minimum, tanpa perlindungan wajib dan tanpa prediktabilitas mengenai suku bunga, biaya, penyediaan informasi atau prosedur penagihan.
Dengan mengabaikan kompleksitas regulasi, Bank Sentral menegaskan bahwa mereka memilih untuk tidak menghadapi masalah yang sudah berlangsung. Alih-alih menetapkan aturan untuk melindungi jutaan warga Brasil, Bank Sentral justru mengalihkan tanggung jawab kepada "pasar bebas", sehingga keluarga-keluarga tidak terlindungi dalam skenario di mana bank dan perusahaan teknologi finansial memiliki kebebasan penuh untuk menentukan ketentuan, format, dan biaya, termasuk yang paling merugikan.
Pilihan ini sangat serius di negara yang tingkat utangnya telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Jenis kredit yang terkait dengan Pix, justru karena tersedia pada saat pembayaran dan dikaitkan dengan merek paling tepercaya dalam sistem keuangan Brasil, menciptakan risiko unik: kontrak impulsif, kebingungan antara pembayaran dan kredit, kurangnya atau bahkan tidak adanya pemahaman tentang biaya, dan konsekuensi dari tidak membayar. Tanpa standar dan pengawasan, risiko jebakan keuangan meningkat secara eksponensial.
Idec memperingatkan bahwa Brasil sedang menuju skenario di mana produk yang sama akan berfungsi dengan cara yang sangat berbeda di setiap bank, dengan aturannya sendiri, kontrak yang berbeda, beragam bentuk penagihan, dan tingkat perlindungan yang berbeda pula. Fragmentasi ini mengorbankan transparansi, menghalangi perbandingan, mencegah kontrol sosial, dan membuat konsumen hampir mustahil untuk mengetahui, sebenarnya, apa yang mereka kontrak.
Tidak dapat diterima jika, ketika dihadapkan pada masalah yang secara langsung memengaruhi jutaan orang, badan regulator mengabaikan tanggung jawabnya. "Memantau perkembangan solusi" saja tidak cukup; perlu juga mengatur, mengawasi, dan menjamin standar minimum keamanan finansial. Mengabaikan hal ini sama saja dengan mengabaikan konsumen.
Pix diciptakan sebagai kebijakan publik untuk mendemokratisasi pembayaran. Mengubahnya menjadi gerbang kredit yang tidak teregulasi, tanpa mengatasi risiko dan tanpa melindungi mereka yang paling membutuhkannya, justru membahayakan pencapaian ini. Idec akan terus berupaya menuntut standardisasi, keamanan, dan transparansi.

